LAPORAN
PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
KEJANG DEMAM
DI
SUSUN OLEH
INDAH
ISNIALITA PUTRI
POLTEKNIK
KESEHATAN TANJUNG KARANG
PRODI
D-IV KEPERAWATAN
Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut
Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di bawah
6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia kurang
dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat; anak
tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam bersifat
dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang
jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang
demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan
demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang
demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu
rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009).
2.
ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
- Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
- Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
- Perubahan cairan dan elektrolit.
- Faktor predispisisi kejang deman, antara lain
Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkapAngka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi.Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang
demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan
kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam.
Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan
pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup
faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik, penyakit
infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf.
Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz
dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat
menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan
sujono, 2009).
3. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat
teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam
yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh
makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak
hingga terjadi epilepsi.
5. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan
tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang
parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
a. Kejang parsial sederhana
- Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut:
- Tanda-tanda
motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan
setiap kejang sama
- Tanda
atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
- Gejala
sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari
udara, parestesia.
- Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Terdapat gangguan
kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat
mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden,
2002).
6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai
nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi
b. Pemeriksaan cairan cerebrospina
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
c. Darah
·
Glukosa
Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
·
BUN
: Peningkatan BUN mempunyai potensi
kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
·
Elektrolit : K, Na
- Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
- Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
- Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
- Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
- Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
1. Pengobatan
a) Pengobatan fase akut
·
Obat
yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan
melalui interavena atau indra vectal.
·
Dosis
awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
·
Bila
kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b) Turunkan panas
·
Anti
piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
·
Kompres
air PAM / Os
c) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya
pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala
meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d) Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis
intermitten / saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa
setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral
dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e) Penanganan sportif
·
Bebaskan
jalan napas
·
Beri
zat asam
·
Jaga
keseimbangan cairan dan elektrolit
·
Pertahankan
tekanan darah
. Pencegahan
a) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang
demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai
d emam.
b) Pencegahan kontinu untuk kejang demam
komplikata
Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : -8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3
dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)
8.
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah
pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan
data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau
keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien.
Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain,
catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data
melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi),
wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan),
catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
(mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi
:
A. Data
Subjektif
a.
Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis
kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
b. Riwayat
Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
·
Apakah betul ada
kejang ?
Diharapkan ibu atau
keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
·
Apakah disertai demam
?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai
kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
·
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan
respon terhadap prognosa dan pengobatan.
·
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
- Apakah serangan berupa
kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
- Apakah serangan berupa
tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik
?
- Apakah serangan dengan
kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala,
seperti pada spasme infantile ?
- Frekuensi serangan
- Apakah penderita
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan
berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang
timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
- Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita
segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?
c. Riwayat
penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara
(khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA,
OMA, Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat
Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala,
radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
e. Riwayat
Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu
pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.
f.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
g. Riwayat
Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
§ Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :
berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
§ Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
§ Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh.
§ Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
h. Riwayat
kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
i.
Riwayat sosial
j. Untuk
mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya
?
k. Pola kebiasaan
dan fungsi kesehatan
l.
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan
dan fungsi ini meliputi :
·
Pola persepsi dan
tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan,
pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan
dan tindakan medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
·
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak.
Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh
anak ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
·
Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
·
Pola aktivitas dan
latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
·
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ?
Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang
?
B. Data
Objektif
a.
Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b.
Pemeriksaan Fisik
·
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah
dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu
ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
?.
·
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta
karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
·
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi
yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
·
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
·
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
·
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
·
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
Apakah ada caries gigi ?
·
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah
tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat
·
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
·
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
·
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya
? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
·
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
·
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
·
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
·
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari
vagina, tanda-tanda infeksi ?
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan nafas.
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem
termoregulasi).
3. Risiko
terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhu tubuh.
4. Risiko
cedera berhubungan dengan adanya kejang
5. Kurang
pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3.
Tujuan Rencana
Keperawatan, Kriteria Hasil, Intervensi dan Rasional
NO DX
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
INTERVENSI
|
TUJUAN ATAU KRITERIA HASIL
|
RASIONAL
|
1.
|
Jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan nafas.
|
· Letak posisi klien dengan
posisi kepala ekstensi.
· Observasi gejala kardinal
terutama pernapasan selama penderita kejang.
· Berikan penjelasan pada klien
dan keluarganya.
|
Jalan nafas bersih
dalam waktu 1 X 24menit.
· Jalan nafas bersih
· Penderita tidak sesak
· Sekret tidak ada
· Respirasi normal 20 – 26 X /
menit
|
· Dengan posisi ekstensi
diharapkan dapat mencegah terjadinya lidah jatuh kebelakang dan jalan nafas
longgar.
· Dengan observasi diharapkan
dapat mengetahui keadaan sedini mungkin.
· Menambah wawasankeluarga
|
2.
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termogulasi)
|
· Berikan cairan elektrolit
sesuai dengan kebutuhan.
· Beri minum yang banyak.
· Kolaborasi dengan tim medis
(dokter) dalam pemberian cairan infus.
|
Rasa
nyaman terpenuhi.
· Cairan tubuh tetap seimbang
antara intake dan output.
· Membran mukosa basah.
· Turgor kulit baik.
· Klien tidak merasa haus.
· Tanda-tanda vital normal.
|
· Diharapkan cairan tubuh
terpenuhi
· Dapat menambah cairan yang
hilang akibat suhu badan yang tinggi.
· Diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit.
|
3.
|
Risiko
terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhu tubuh.
|
· Berikan kompres basah pada
daerah axilla dan lipatan paha
· Berikan baju tipis
· Berikan penjelasan kepada
klien dan keluarga
· Kolaborasi dengan tim medis
(dokter) dalam pemberian obat antipiretik
|
Tidak
terjadi kejang berulang
· Tidak kejang
· Suhu tubuh normal
· Tanda-tanda vital kembali
normal
|
· Dengan kompres basah pada
daerah axilla dan lipatan paha dapat menurunkan suhu tubuh, karena daerah
tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga mempercepat penguapan.
· Dengan Baju tipis diharapkan
akan mengetahui perubahan dan perkembangan sedini mungkin.
· Dengan diberikan penjelasan
diharapkan akan menambah pengetahuan klien tentang penyakit.
· Dengan obat anti piretik
diharapkan dapat menurunkan panas
|
4.
|
Risiko
cedera berhubungan dengan adanya kejang
|
· Sediakan lingkungan yang aman
· Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien sesuai kondisi fisik
· Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya
· Memasang side rail tempat
tidur
· Membatasi pengunjung
|
Risiko
cedera dapat terkontrol
|
· Mencegah cedera pasien
· Kebutuhan keamanan pasien
bergunan untuk mencegah cedera pasien
· Mengurangi risiko cedera
· Perlindungan kepada pasien
supaya tidak jatuh dari tempat tidur
· Mengurangi kegelisahan pasien
karena banyaknya pengunjung
|
5.
|
Kurangnya
pengetahuan keluarga tentang penanganan penderita selama kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.
|
· Informasi keluarga tentang
kejadian kejang dan dampak masalah, serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan
yang benar.
· Informasikan juga tentang
bahaya yang dapat terjadi akibat pertolongan yang salah.
· Ajarkan kepada keluarga untuk
memantau perkembangan yang terjadi akibat kejang.
· Kaji kemampuan keluarga
terhadap penanganan kejang.
|
Keluarga
mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan perawatan selama kejang.
· Keluarga mengerti cara
penanganan kejang.
· Keluarga tanggap dan dapat
melaksanakan peawatan kejang.
· Keluarga mengerti penyebab
tanda yang dapat menimbulkan kejang.
|
· Diharapkan keluarga
mengetahui cara perawatan dan pengobatan yang benar.
· Diharapkan keluarga mengerti
akibat dari pertolongan yang salah.
· Diharapkan keluarga mengerti
bahaya dari kejang.
· Dengan mengkaji pada keluarga
diharapkan mampu menangani gejala-gejala yang menyebabkan kejang.
|
4.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien
5.
EVALUASI
Evaluasi
dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri,
volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis
Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih
Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013.
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media
Action.
Lumbantobing SM, .1995. Penatalaksanaan
Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment