PERIOPERATIF
‘POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI”
Disusun
Oleh :
INDAH
ISNIALITA PUTRI
POLTEKKES
TANJUNG KARANG
D
IV KEPERAWATAN TK 4
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Bandar Lampung,
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar
Isi
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Tujuan
2.3 Prinsip
dalam mengatur posisi pasien
2.4 Faktor
resiko
2.5 Persiapan
mengatur posisi pasien
2.6 Yang
harus diperhatikan dalam mengatur posisi pasien
2.7 Jenis
jenis posisi pasien
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Banyak kondisi patologi yang mempengaruhi kesejajaran dan mobilitas tubuh.
Abnormalitas postur kongenital atau didapat memengaruhi efisiensi sistem
muskulus skeletal, serta kesejajaran, keseimbangan, dan penampilan tubuh.
Abnormalitas postur dapat menghambat kesejajaran, mobilitas, atau
keduanya sehingga membatasi rentang gerak pada beberapa sendi.
Untuk mencegah abnormalitas postur tersebut dapat dilakukan dengan
pengaturan posisi pasien, selain itu persiapan seperti mengkaji kekuatan otot,
mobilitas sendi pasien, adanya paralisis atau paresis, hipotensi ortostastik,
toleransi aktivitas, tingkat kesadaran, tingkat kenyamanan, dan kemampuan untuk
mengikuti instruksi juga penting dilakukan.
Pada ruangan operasi postur tubuh menjadi salah satu hal yang penting yang
perlu diperhatikan. Pasien tidak akan bergerak pada suatu posisi dalam waktu yang
cukup lama, dikarenakan pasien dalam keadaan tidak sadar atau teranestesi. Sehingga
posisi pasien sangat penting untuk mencegah cidera yang timbul. Posisi pasien
juga dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan tindakan saat operasi berlangung.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Apakah pengertian posisi pasien?
2. Apakah
tujuan posisi pasien?
3. Apakah
prinsip dalam mengatur posisi pasien di meja operasi?
4. Bagaimana
jenis – jenis posisi?
5. Bagaimana
memposisikan pasien lansia?
6. Bagaimana
memposisikan pasien pediatric?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendefinisikan pengaturan posisi pasien.
2. Mengetahui tujuan posisi pasien
3. Mengetahui prinsip dalam mengatur posisi pasien
4. Mengetahui jenis jenis posisi pasien
5. Mengetahui cara memposisikan pasien lansia
6. Mengetahui cara memposisikan pasien pediatric
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Posturing
/ mengatur dan merubah posisi adalah mengatur pasien dalam posisi yang baik dan
mengubah secara teratur dan sistematik. Hal ini merupakan salah satu aspek
keperawatan yang penting. Posisi tubuh apapun baik atau tidak akan mengganggu
apabila dilakukan dalam waktu yang lama. (potter dan perry,2005)
Suatu posisi pasien yang aman dan nyaman
tanpa menimbulkan resiko pasca bedah.
2.2 Tujuan
a)
Mencegah nyeri otot
b) Mengurangi tekanan
c) Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah superficial
d)
Mencegah kontraktur otot
e)
Mempertahankan tonus otot dan reflek
f)
Memudahkan suatu tindakan baik medic
maupun keperawatan
2.3 Prinsip
dalam mengatur posisi pasien di meja operasi
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam
pengaturan posisi pasien adalah :
·
Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
·
Umur dan ukuran tubuh pasien.
·
Tipe anaesthesia yang digunakan.
·
Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien
bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien,yaitu atur posisi pasien
dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area
yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
2.4 Persiapan
Mengatur Posisi
a.
Petugas
·
Lihat kembali posisi yang
dianjurkan
·
Yakinkan pada ahli
anestesi, mengenai posisi berhubungan dengan sirkulasi dan pernapasan
·
Konsultasikan segera kepada ahli bedah bila merasa
tidak yakin
·
Harus yakin terhadap cara
kerja meja operasi
b. Peralatan
· Safety
belt (sabuk pengaman)
· Anesthetic
screen (layar anastesi)
· Wrist
of arm board strap
· Armboard
· Lateral
armboard
· Elbow
pads protector (pelindung bantalan siku)
· Shoulder
bridge
· Kidney
rest
· Body
restraint strap (tali pengikat tubuh)
· Body
restraint braces (pengaman tubuh)
· Pillow
(bantal)
· Towel
(handuk)
2.5 Yang Harus
Diperhatikan Dalam Mengatur Posisi Pasien
a. Saat
memindahkan pasien, meja operasi harus dalam keadaan terkunci
b. Papan
tangan dijaga jangan sampai hiperektensi
c. Usia
pasien
d. Tungkai
tidak saling bersilang
e. Jenis
posisi
f. Tidak
menekan slang slang yang terpasang
g. Tidak
boleh merubah posisi tanpa izin ahli anestesi
h. Meja mayo, meja
instrumen tidak bolehm menekan tubuh psien
2.6 Jenis
– jenis posisi operasi
a. Lithotomy
position
·
Pengertian :
Posisi Lithotomi adalah posisi dimana pasien
terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen.
·
Tujuan :
1. Memudahkan
pemeriksaan daerah rongga panggul, misal vagina,taucher, pemeriksaan rektum,
dan sistoscopy 2. Memudahkan
pelaksanaan proses persalinan, operasi ambeien, pemasangan alat intra uterine
devices (IUD), dan lain-lain.
·
Indikasi
1. Pada
pemeriksaan genekologis
2. Untuk
menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rektum, vagina dan kandung kemih.
·
Potensial komplikasi
Walaupun
beberapa komplikasi telah dilaporkan, termasuk rasa terbakar pada jari, low
back pain (14%) pada pasien post
operasi, rhabdomiolisis, dan peningkatan kreatinin kinase akibat kompresi otot
betis dan iskemia, tidak ada satupun yang ditemukan pada anak-anak.
Sindrom
compartment, sangat jarang tetapi merupakan komplikasi yang mengancam jiwa,
terjadi setelah prosedur yang cukup lama pada kelompok usia pediatrik.
Fasciotomi diperlukan untuk pemulihan sindrom compartment.
Untuk
prosedur yang cukup lama, penggunaan penyangga kaki yang ditempatkan pada fossa
poplitea atau betis sebaiknya dihindari. Hipotensi sistemik sebaiknya dihindari
dan resiko pemberian zat-zat vasokonstriktor yang menurunkan aliran darah
perifer sebaiknya harus diperhatikan.Rehidrasi yang adekuat dan alkalinisasi
urine adalah hal terpenting pada terapi gagal ginjal akut.
Neuropati
persisten dilaporkan terjadi pada 1 per 3608 populasi pada pasien-pasien bedah
yang teranestesi. Pada pasien yang kurus dengan BMI lebih dari 20, diabetes
mellitus dan penyakit vaskular perifer pada perokok merupakan predisposisi pada
pasien untuk berkembangnya neuropati ektremitas bawah. Prosedur yang lama
(lebih dari 4 jam) menunjukkan hubungan yang difinitif. Setiap jam pada posisi
lithotomi meningkatkan resiko neuropati motorik 100 kali..
40%
neuropati sciatik yang diisolasi berhubungan dengan operasi yang menggunakan
posisi litotomi. Cedera nervus sciatik dapat terjadi melakui prosedur yang
singkat. Mekanisme perkembangan dari neuropraksia termasuk perubahan iskemik
sindrom compartment atau kompresi langsung pada saraf. Nervus sciatik dapat
terkena kekuatan regangan yang eksesif. Nervus peroneus communis dan cabang
distalnya adalah nervus motorik utama yang pada ekstremitas bawah paling umum
terkena pada posisi litotomi. Nervus peroneus communis dapat terkompresi oleh
bagian atas penyangga besi kaki ketika melewati kaput fibula pada saat kaki
ditempatkan pada sanggahan besi. Hal ini dapat ditambah dari tekanan yang diberikan
asisten bedah yang bersandar pada lutut pasien. Nervus saphenus dapat
terkompresi karena nervus ini berada pada bagian superfisial dekat dari
malleolus media pada saat kaki diletakkan.
Neuropati
femoral dilaporkan dan diduga merupakan hasil dari abduksi yang berlebihan dari
paha dengan rotasi eksternal pada panggul sehingga menyebabkan iskemik pada
nervus femoralis karena terlipat pada ligamentum inguinal
b. Prone
Position
Posisi pronasi adalah pasien tidur dalam
posisi telungkup Berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.
·
Tujuan posisi pronasi :
1. Memberikan
ekstensi maksimal pada sendi lutut dan
pinggang
2. Mencegah
fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
· Indikasi :
1. Pasien
dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung.
·
Potensial Komplikasi
Jalan napas sebaiknya
diamankan sebelum merubah posisi. Resiko yang harus dihadapi ketika posisi
pasien diubah dari posisi supine ke prone adalah
terjadinya ekstubasi yang tidak diinginkan.
Kabel monitor sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga
tidak tersangkut. Diskoneksi merupakan cara yang paling aman dan menghindari
komplikasi.
Akses intravaskuler, seperti kateter arteri dan vena sentral yang invasif
, harus diperhatikan sebaik-baiknya sebelum dan selama merubah posisi untuk
mencegah dislokasi dari kateter yang tidak diinginkan.
Lengan pasien
sebaiknya ditempatkan disepanjang badan selama perubahan posisi, di sebelah
kiri pada posisi ini atau di abduksikan pada posisi akhir.
Mayoritas kontak
kulit pada lutut, krista iliaka, dan pergelangan tangan dapat beresiko
mengalami nekrosis jika pasien berada pada posisi ini dalam jangka waktu yang
lama. Sebuah bantal atau penyanggah yang lembut dapat diletakkan dibawah area
ini.
Pada pasien
perempuan, perhatian khusus diberikan pada payudara, dan khususnya pada puting
susu untuk mencegah kerusakan dan nyeri akibat kompresi post operatif.
Mata sebaiknya
diplester dengan erat diberi saline atau salep mata untuk mencegah abrasi
kornea. Abrasi kornea dapat timbul segera setelah pulih dari anestesi dengan
nyeri yang hebat pada mata.. Iskemia retina yang dapat menuju pada kebutaan
dapat terjadi.
Pada beberapa tahun
terakhir, penyebab kehilangan penglihatan postoperatif yang paling sering
dilaporkan adalah ischemic optic neuropathy ( ION ). Hal ini
biasanya berhubungan dengan hipotensi dan anemia. Emboli lemak atau udara
merupakan faktor etiologi yang potensial. Pada populasi yang lebih tua, faktor
resiko arteriosklerotik seperti hipertensi, diabetes, dan merokok merupakan
faktor resiko yang penting. Tekanan perfusi pada diskus nervus optikus
ditentukan oleh perbedaan tekanan perfusi antara arteri siliaris posterior dan
tekanan intra okular ( IOP ). Faktor yang menurunkan tekanan arteri siliaris
posterior, seperti hipotensi sistemik yang berkepanjangan atau adanya
peningkatan IOP, akan menurunkan tekanan perfusi dan meningkatkan resiko ION.
Posisi supine yang berkepanjangan dengan kepala yang dependent,
posisi down tilt dapat dihubungkan dengan penurunan aliran
vena yang meningkatkan statis lokal capillary bed. Sebagai hasil
dari peningkatan CVP atau obstruksi vena, IOP akan meningkat yang disertai
dengan penurunan yang sejalan pada aliran darah koroidal, yang dapat memicu
terjadinya ION. Penempatan kepala yang sesuai dapat meminimalkan resiko
terjadinya komplikasi pada mata.
Berat kepala
sebaiknya disanggah oleh dahi dan arkus zigomatikus, dimana mata dan hidung
pasien sebaiknya diposisikan tidak jauh dari konka. Kepala sebaiknya berada
pada posisi netral untuk menghindari rotasi pada leher. Tumpuan berat yang
langsung pada wajah atau dahi dapat menyebabkan leher menjadi hiperekstensi dan
menyebabkan nyeri myofascial pada masa post operatif.
Makroglossia adalah komplikasi yang jarang dan pernah
ditemukan setelah operasi fossa posterior dengan posisi prone. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh kongesti vaskuler akibat fleksi leher yang
ekstrim.
Cedera saraf pada
pasien pediatri terjadi pada 1%
dari semua klaim pasien pediatri. Cedera
saraf perifer berjumlah 16%
dari seluruh klaim pada anestesi.
Untuk operasi hemorehoidectomy dan
sacrum
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan dan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut.
Posturing / mengatur
dan merubah posisi adalah mengatur pasien dalam posisi yang baik dan mengubah
secara teratur dan sistematik. (potter dan perry,2005). Dan terdapat macam
maacam posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien antara lain posisi litotomi, prone,
dan jackknife dengan harus memperhatiakan prinsip, faktor resiko dan hal hal
lain yang harus diperhatikan dalam mengatur posisi pasien.
3.2 Saran
Saran yang dapat
disampaikan dalam makalah ini sebagai berikut.
Sebagai seorang mahasiswa
perawat dan perawat dapat memahami dengan benar jenis posisi, tujuan, faktor
resiko, prinsip dan hal lain yang harus diperhatikan dalam memposisikan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006.
Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Jilid 1. Surabaya : Salemba
Medika.
Alimul Hidayat, A. Aziz dan Uliyah,
Musrifatul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment